Hidup yang tak terrefleksi adalah hidup yang tak pantas dijalani klik di sini

Perkembangan Naskah Konstitusi Negara Hukum Indonesia

Rabu, 23 Februari 2011

Konstitusi berasal dari bahasa Latin, yaitu constitution yang diartikan sebagai keseluruhan peraturan, baik yang tertulis, maupun tidak tertulis. Selain itu konstitusi juga mengatur tata cara yang mengikat bagaimana suatu pemerintah menyeleng garakan pemerintahan dalam suatu negara. Kons titusi sebagai naskah tertulis atau yang hanya diartikan sebagai Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Secara isi (materi) konstitusi dalam bentuk UUD merupakan peraturan yang bersifat mendasar. Hal ini berarti konsitusi hanya memuat hal-hal yang bersifat pokok, dasar, atau asas-asas saja.

Menurut Usep Ranawidjaya (pakar hukum tata negara), konstitusi memiliki dua pengertian, yaitu konsti – tusi dalam arti luas dan konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas mencakup segala ketentuan yang berhubungan dengan keorganisasian negara, baik yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang organik, per aturan per undangan lainnya, maupun kebiasaan atau konvensi. Konstitusi dalam arti sempit dapat diartikan Undang-Undang Dasar saja. Konstitusi memiliki dua sifat, yaitu luwes (flexible) atau kaku (rigid), dan tertulis atau tidak tertulis. Oleh karena itu, untuk menentukan suatu konstitusi bersifat luwes atau kaku dapat dinilai dari cara mengubah konstitusi, apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan zaman?
Konstitusi pada hakikatnya adalah suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundangan lainnya. Oleh karena itu bagi negara yang menganggap bahwa konstitusi tidak dapat diubah dengan cara yang mudah maka konstitusi tersebut dapat dianggap sebagai konstitusi yang kaku (rigid). Adapun bagi negara yang menganggap bahwa pengubahan konstitusi tidak perlu dilakukan secara istimewa, yaitu cukup dilakukan oleh lembaga pembuat undang-undang maka negara tersebut menerapkan konstitusi yang luwes. Dengan demikian, untuk menilai bahwa suatu konstitusi itu luwes atau kaku dapat dilakukan dengan menilai apakah suatu konstitusi tersebut mudah atau tidak mengikuti perkembangan zaman.
Konstitusi yang mudah mengikuti per kembangan zaman biasanya mengatur hal-hal pokok dalam bernegara. Hal ini disebabkan peraturan yang bersifat khusus biasanya diatur oleh peraturan yang lebih rendah derajatnya dan lebih mudah membuatnya. Jadi, konstitusi yang bersifat luwes adalah konstitusi yang mampu mengikuti perkembangan zaman.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasar tertinggi bangsa Indonesia adalah konstitusi yang dapat digolongkan kaku dan luwes. UUD 1945 dikatakan kaku karena untuk mengubah UUD itu bukanlah hal yang mudah. Hal ini terlihat dalam Pasal 37 ayat 1 UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir. Sejak tahun 1999 MPR telah mengadakan perubahan (Amandemen) terhadap UUD sebanyak empat kali. UUD 1945 juga dapat digolongkan sebagai konstitusi yang luwes, jika ditinjau bahwa UUD 1945 hanya mengatur hal-hal yang pokok dan pengaturan nya ditentukan oleh peraturan yang lebih rendah derajatnya.
Sifat konstitusi kedua adalah konstitusi yang tertulis atau tidak tertulis. Konstitusi dinyatakan tertulis, jika ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Konstitusi dinyatakan tidak tertulis, jika ketentuanketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam suatu konvensi atau Undang-Undang biasa. Satu-satunya negara di dunia yang menerapkan konstitusi tidak tertulis adalah negara Inggris. Undang-undang Inggris, yaitu Bill of Rights.
Konstitusi di Suatu Negara
Semua negara di dunia memiliki konstitusi dan hampir semua negara memiliki konstitusi tertulis dan sebagian kecil saja memiliki konstitusi tidak tertulis. Konsti tusi tidak tertulis bukan berarti konstitusi tersebut tidak ditulis, melainkan konstitusi tersebut tidak dikodifikasikan (dibukukan) dalam satu naskah tertentu, atau konstitusi tersebut hanya dibuat dalam undangundang biasa. Indonesia, Amerika, Belanda, dan negara lain di dunia memiliki konstitusi dalam bentuk tertulis.
Konstitusi dalam arti sempit diartikan sebagai Undang-Undang Dasar (hukum dasar). Dalam perkembangannya, konstitusi di banyak negara adalah konstitusi yang selalu dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, agar dapat mengikuti perkembangan masyarakat maka konstitusi tersebut harus dapat diubah dan hanya mengatur hal-hal yang sifatnya pokok.
Konstitusi dalam arti UUD selalu menempatkan satu pasal tentang pengubahan UUD tersebut. Dalam UUD 1945 terdapat pasal yang memberikan tempat ter hadap pengubahan. Pengubahan UUD menurut Sri Soemantri (pakar hukum tata negara) dapat me ngandung dua tujuan, yaitu:
a. mengubah sesuatu yang telah diatur dalam UUD/ konstitusi;
b. menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam UUD/konstitusi.
Pengubahan UUD dalam pelaksanaannya tidak semudah seperti mengubah undang-undang biasa. Berdasarkan pendapat C. F. Strong (pakar hukum tata negara) yang kemudian dikutip oleh Sri Soemantri (pakar hukum tata negara) dikemukakan bahwa untuk mengubah konstitusi dapat dilakukan oleh:
a. kekuasaan legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu;
b. rakyat melalui suatu referendum;
c. sejumlah negara bagian (untuk negara serikat);
d. kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus dibentuk hanya untuk perubahan.

Dalam catatan sejarah dunia, tahun 1814, 1848, dan 1972, Belanda telah mengalami perubahan konstitusi yang dilakukan oleh Staten General Parlement. Ini menandakan di tahun tersebut telah dimulainya peninjauan kembali produk keputusan (legal review) yang dilakukan oleh lembaga diluar yudisial.
Di Indonesia sendiri, sejak berdiri yakni diikrarkannya proklamasi, telah mengalami beberapa kali perubahan UUD yaitu, UUD 1945, UUD RIS, UUDS 1950, UUD 1945 Amandemen I tahun 1999, UUD 1945 Amandemen II tahun 2000, UUD 1945 Amandemen III tahun 2001, dan UUD 1945 Amandemen IV tahun 2002. Selain legislative review tersebut, legal review dilakukan juga lembaga eksekutif, atau eksecutive review atas beberapa Peraturan Daerah/Lokal yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, bahkan oleh Gubernur, maupun Bupati/Walikota.

Legislative Review
Periode UUD 1945
Pernyataan kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 ialah suara rakyat Indonesia kepada dunia, bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dan berdaulat. Inilah momen dimulainya Republik Indonesia mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Sehari kemudian, 18 Agustus, ditetapkannya UUD negara yang kemudian dikenal dengan UUD 1945.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP, parlemean saat itu) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata “Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dalam UUD 1945, lembaga-lembaga negara yang diatur antara lain : MPR, MA, DPA, Presiden, BPK, dan DPR.

Periode Konstitusi RIS
Tahun 1949, dengan menurutkan turun naiknya gelombang Revolusi Indonesia, maka sesudah politik Belanda hendak meruntuhkan Republik Indonesia dengan menjalankan aksi militer sampai dua kali dengan besar-besaran, maka berkat kuatnya persatuan antara republik Indonesia dengan daerah-daerah de facto Belanda di luar daerah republik tercapailah persetujuan pada tanggal 22 Juli 1949 dalam Kongres Antara Indonesia di Kota Yogyakarta hendak mendirikan Republik Indonesia serikat berdasarkan Demokrasi dan Federalisme. Negara Persatuan Federal ini adalah untuk sementara dan hanyalah sekedar untuk memungkinkan membentuk suatu negara Persatuan Indonesia yang meliputi segenap Tanah Air dan Bangsa Indonesia, sedangkan pertukaran dasar federalisme menuju dasar unitarime akan dilanjutkan sebagai perubahan dalam negeri antara Indoensia dengan Indonesia, diluar campuran Belanda. (Muhammad Yamin, 1982: 39)
Pada konferensi ini ditetapkan pula, bahwa yang menjadi Presiden Federal akan dipilih oleh negara-negara bagian dan daerah bagian yang lain; begitupula dalam konferensi itu ditetapkan tentang pembentukan Mahkamah Agung, dan garis besar mengenai kewarganegaraan Indonesia. Tentang hak kemanusiaan kan dituruti Universal Declaration of Human Rights, seperti ditetapkan oleh sidang Persekutuan Bangsa-Bangsa tanggal 10 Desember 1948.
Tanggal 29 oktober 1949 ditandatanganilah Piagam Persetujuan di banda Scheveningen, sebagai tanda paraf atas Konstitusi RIS oleh Delegasi Republik Indonesia dan seluruh delegasi Permusyawaratan Federal - BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg).
Demikianlah karena situasi politik saat itu, UUD 1945 dilakukan review. Rencana Konstitusi Republik Indonesia Serikat disiapkan oleh kedua delegasi Indonesia dan pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) selama sidang-sidang Konferensi Meja Bundar. Pada Desember 1949 setelah disetujui oleh Sidang Pleno Komite Nasional Pusat dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah bagian lainnya. Wakil Pemerintah Republik Indonesia dan wakil-wakil Pemerintah Daerah menyetujui Konstitusi 1949 tersebut. Dengan catatan bahwa Konstitusi RIS merupakan konstitusi sementara sama halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam Konstitusi RIS ini maka lembaga-lembaga negara yang ada adalah: Mahkamah Agung, Dewan Pengawas Keuangan, Menteri-Menteri, Presiden, Senat, dan DPR. Presiden dan Menteri-menteri melaksanakan fungsi eksekutif, Mahkamah Agung, fungsi Yudisial, dan Senat juga DPR melaksanakan fungsi legislatif.
Inilah untuk pertama kalinya di Indonesia, sebuah produk keputusan yang sah (legal) di lakukan review.
Periode UUDS 1950
Selanjutnya, 19 Mei 1950 tercapailah persetujuan antara RIS dan RI untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun Undang-Undang Dasar Sementara Negara kesatuan RI ialan perubahan Konstitusi RIS 1949 dan perubahan ini dibolehkan oleh Konstitusi RIS sesuai dengan pasal 190. Pasal ini berisi ketentuan bahwa Konstitusi RIS boleh diubah, apabila keputusan dapat diambil dengan pemufakatan sidang Senat dan DPR RIS, yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota sidang.
Syarat ini terpenuhi sehingga berubahalah bentuk federal dengan bentuk kesatuan. Dan kemudian pada tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno mengikrarkan bentuk unitaris sudah kembali meliputi seluruh Indonesia
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950, adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituente hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.
Lembaga negara yang diatur dalam UUDS 1950 adalah, Badan Konstituante, Majelis Perubahan Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri-Menteri, Dewan Pengawas Keuangan, dan Mahkamah Agung.
Periode berlakunya kembali UUD 1945 Juli 1959 - Maret 1966
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
  • Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
  • MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
  • Pemberotakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September PKI
Periode 1966-1998 (Orde Baru)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan pasal 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan potensi kekayaan alam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, diantara melalui sejumlah peraturan:
  • Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
  • Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode UUD 1945 Amandemen
Periode 21 Mei 1998 – 19 Oktober 1999 dikenal dengan masa transisi. Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa saat itu.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Dalam kurun waktu 1999 - 2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
1. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999, Perubahan Pertama UUD 1945
2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 17-18 Agustus 2000, Perubahan Kedua UUD 1945
3.  Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2000, Perubahan Ketiga UUD 1945.
4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002, Perubahan Keempat UUD 1945
Hingga perubahan keempat UUD 1945, lembaga negara yang diatur antara lain : BPK, MPR yang terdiri dari DPD dan DPR sebagai lembaga legislatif, Presiden dan Wapres sebagai lembaga eksekutif, dan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai lembaga yudikatif. (***)

Artikel Terkait



1 komentar:

cahyanadal mengatakan...

Casinos near Casino Queen - Goyangfc.com
Goyangc Casino. Casino 더킹 바카라 Queen. Hotel. Casino Queen. Casino Queen. Hotel. Casino Queen. Casino Queen. Hotel. Casino 아르고 캡쳐 Queen. Casino 1xbet app Queen. bet분석 Hotel. 메이저 벳 먹튀 Casino Queen. Hotel. Casino Queen.

momentum © 2010 Template by:
Wardaniyanto Dot Com