Oleh : Anwar Nuris M.Si
Nafsu membunuh Mongol mengilhami doa sentimen gereja, seperti Kristen Latin berharap Mongol adalah pasukan Allah yang dikirim untuk menumpas kekuatan Islam. Itulah awal kebencian Kristen kepada Islam Berkisar antara tahun 1280-1290 Mongol banyak mengirim utusannya ke Eropa Barat lewat komando gereja Nestorian, akan tetapi pada tahun 1260 imperium Mamalik tiba-tiba mengehentikan langkah mereka di Syria dan Palestina. Hubungan Mongol dan Eropa pun terjegal.
Tepat di penghujung abad ke-12, sejarah tak mengkabulkan doa Kristen Latin. Abad ke-12 menjadi saksi menyakitkan karena Mongol memproklamirdiri pindah ke agama Islam.
Sahadat Islam Mongol bagi gereja merupakan awal dari sebuah mimpi buruk. Tak pernah diprediksi Mongol yang terkenal bringas tak taunya memperkuat barisan Islam. Kontan berita ini mengagetkan umat kristiani Latin. Itulah tamparan keras dari doa tak terkabulkan. Dulu Kristen mengharap agar Mongol menghabisi kekuatan Islam, sekarang justru merekalah yang harus siaga menerima serangan tentara barbar itu.
Akibal Mongol masuk Islam, agenda gereja menaklukkan Islam bakal susah diwujudkan. Masuk akal jika Kristen Latin ketakutan dan mengeluh kewalahan menginggat menaklukkan Mongol bukan perkerjaan mudah.
Akibat dari kekalahan gereja Latin dalam Perang Salib ditambah gagalnya misi menkristenkan tentara Mongol, semakin manambah suram masa depan Kristen dan juga umat kristiani.
Keadaan itu tak banyak mengubah nasib umat Kristen menjadi lebih baik. Bagi umat kristiani yang terperosok di dua kegagalan itu, kekalahan berperang dan kegagalan misi kristenisasi, dipandang sebagai kerugian besar.
Kerugian ini menyebabkan cendekia Eropa mengerti bahwa, untuk masa-masa mendatang dan juga seterusnya, Islam yang tambah kuat dan melebar kekuasaanya, tak bakal mudah dikalahkan dengan kekerasan. Jalur duel atau adu perang sudah tidak diperlukan lagi. Kristen Latin perlu mengubah strategi dakwahnya. Taktik menyerang didesain persuasif. Menggembosi kekuatan Islam tak harus dari luar, tapi bisa dilakukan dari dalam.
Pada satu waktu, utusan Paus dan para pedagang di Eropa, seperti Marco Polo asal Venesia, yang antara tahun 1271-1295 berhasil menjelajah dunia sampai ke daratan China, memiliki andil besar menyadarkan kaum Kristen Latin bahwa dunia ini luas (Said, 1984:88).Lewat penjelajahan dan pengembaraannya, utusan Paus mengabari dunia ini dihuni bermacam-macam manusia, baik menyangkut kultur, tradisi, adat, bahasa, agama dan lain. Kabar dunia itu mengejutkan Paus yang memang buta pelajaran geografi. Semula Paus mengira bumi dihuni umat Kristiani dan beberapa orang kafir Islam. Ternyata dugaan itu salah total.
Paus dan gereja baru sadar bahwa komunitas Kristen hanyalah bagian terkecil dari sekian banyak penghuni bumi. Paus benar-benar heran dan semakin heran waktu itu. Sebelumnya sasaran gereja terfokus pada umat Islam dan segelintir domba-domba kafir. Namun setelah tahu laporan di lapangan, otomatis jangkauan dakwahnya menuntut diperluas. Paus mulai berpikir keras tentang bagaimana ke depan dakwah gereja bisa menjangkau ke seluruh manusia di belahan bumi ini. Ia mengarahkan gereja harus lebih siagap karena tugas dakwahnya tambah berat.
Cendekia geraja Roger Bacon (1214-1294) memberi peringatan, jika gereja ingin menkristenkan umat Islam dan seluruh manusia, maka perlu ditempuh dengan usaha sungguh-sungguh. Selain itu kesabaran dan komitmen tinggi mutlak diperhatikan agar dakwah Kristen berhasil memuaskan. Kaum cerdik Kristen mengarahkan agar pihak Gereja mempelajari agama Islam dan khazanah Arab. Mempelajari bahasa Arab tujuannya untuk mengelabui umat Islam dan meyakinkan mereka bahwa akidah mereka sesat, sedang Kristen paling benar.
Tujuan kristenisasi seperti ini dipandang lebih efektif daripada berperang di lapangan. Pengalaman Perang Salib adalah derita bukti kekerasan perang hanya menjerumuskan Kristen ke kekalahan menyakitkan. Pada tahun 1312 diadakan perkumpulan Gereja di Vienne, kota kecil dekat sungai Rein, Prancis. Pertemuan itu membahas program kristenisasi dan perluhnya umat Kristen mengetahui budaya Timur. Perkumpulan Vienne memutuskan Kristian mempelopori pendirian fakultas bahasa Arab, Yunani, Ibrani dan Suryani di universitas- universitas Eropa.
Sejak saat itu untuk pertama kali istilah orientalisme muncul di Barat. Bahkan dalam sejarah Barat mereka sebut perkumpulan Vienne merupakan awal dari “orientalisme resmi” (Said, 1984:80). Tentu ini menunjuk terdapat “orientalisme non-resmi”. Yaitu aktivitas kajian orientalis sebelum perkumpulan Vienne. Seperti rahib Youhanna Dimasyqi (676-739) mendalami Islam demi membentengi akidah umat kristiani dari pengaruh ajaran Islam. Atau aktivitas kajian orientalis lain di Eropa yang muncul pada abad ke-12 yang berhasil menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Latin. Kesepakan Vienna memandatkan pendirian kuliah bahasa Timur kepada universitas Paris, universitas Oxford, universitas Bologna Itali (universitas tertua di Eropa, berdiri pada abad ke-11), universitas Avignon Prancis, dan universitas Salamanca Spanyol. Namun sayang, keputusan perkumpulan Vienne tak segera terlaksana. Kendalanya gereja kurang tanggap. Akhirnya ide pendirian kuliah bahasa-bahasa Timur hanya berhenti di wacana. Karena program ini diabaikan, perhatian masalah studi bahasa Timur akhirnya menurun. Bahkan dalam jenjang waktu cukup panjang ide itu sempat hilang karena terabaikan. Baru pada abad ke-14 perhatian Barat terhadap Islam menajam lagi.
Bagi Barat, menyongsong abad ke-14 bak menyongsong ancaman Islam. Islam dianggap membahayakan mulai dari kekuatan militer sampai pada ajarannya. Untuk menghadapi ancaman, Barat tak punya pilihan lain selain kembali menseriusi ide perkumpulan Vienne tahun 1312. Dampak ancaman Islam ternyata efektif membuat gereja melek mata. Hasilnya alhamdulillah, setelah sedikit kenal Islam, sentimen kegamaan warisan Perang Salib berlahan-lahan mencair.
Dan untuk mengharmoniskan suasana, negara-negara Eropa aktif menjalin hubungan baik dengan negara-negara Islam baik di Asia Timur maupun di Afrika Selatan. Perkenalan itu dibantu gerakan perdagangan Eropa melalui Laut Tengah yang saat itu dikuasai negara-negara kecil Italia. Eropa pun makin familiar dengan Timur akhirnya.
Pada abad ke-15 Eropa mengalami perubahan sensasional. Sejahrawan Eropa menyebutnya awal Abad Kebangkitan atau “renaissance”, yaitu abad di mana kebebasan dan humanisme sedikit demi sedikit diterapkan.
Arti harfiah renaissance adalah “lahir kembali”. Renaissance ditunjukan pada kelahiran kembali negara-negara Eropa setelah hidup dikekang Abad Pertengahan atau Kegelapan.Abad Kegelapan adalah koalisi klop antara kejumudan teologi Kristen dan akal budeg gereja. Dan jika diurut ke belakang, cikal bakal runtuhnya Abad ini ditengarahi karena melemahnya fanatisme gereja Roma (Lockman, 2007:91).
Gereja Roma selalu saja kreatif menghembuskan hawa permusuhan Islam dan hobi menebar kebencian kepada umat Islam. Pada intinya dari dulu gereja Roma suka bikin gara-gara. Kadang tak malu-malu kebencian diekspresikan dengan alasan suci. Sabda Tuhan yang dipakai gereja akhirnya terlalu lelah karena dipaksa tunduk pada ambisi menghabisi Islam. Itulah penodaan kemanusian bagi umat beragama dan cela terburuk bagi gereja Roma.Peristiwa paling mengerikan menimpa gereja konservatif Roma yang tak dapat kita lupakan adalah ketika gereja vokal mengompor-ngompori sentimen keagamaan hingga membuat hubungan Islam-Kristen sempat cakar-cakaran. Ingat tragedi berdarah Perang Salib. Provokasinya luar biasa. Akibat perang dengan alasan dusta, jutaan nyawa orang beriman terpaksa melayang. Dalam sejarah Abad Kegelapan, kisah gereja Roma kebanyakan black list-nya. Gereja Roma adalah rumah ibadah bersimbah darah.
It's Me
SCIENTIFICA
MOTIVATION - KONTEMPLASI
SHORT STORY - NOVEL
INDONESIAN TERM
GALA VIDEO - MARIO TEGUH
JEJAK - JEJAK ORIENTALIS
Sabtu, 01 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar